Nyanyian Sunyi Lelembut Cantik dalam Of Love and Other Demons

kover Of Love and Other Demons edisi Indonesia yang diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Eka Kurniawan

Mari kita bayangkan Kolombia di abad ke-18 yang masih kental dengan ajaran agama dan budaya kolonialisme Spanyol, memiliki basis budak-budak Afrika yang kuat hingga agama mereka berkembang dan memiliki parokinya sendiri. Dalam pertentangan kehidupan yang terus berlangsung antara masyarakat bermartabat dengan kelompok barbar itu, hiduplah masyarakat suku asli Kolombia yang kelompoknya kian terkikis dan tak lagi memiliki jati diri.

Di tengah kehidupan rumit para masyarakat yang saling tak mengenali masing-masing jati diri mereka, lahirlah Sierva Maria. Sierva Maria adalah bayi yang lahir dari hubungan liar seorang Marquis de Casalduero tua bernama Ignacio bersama perempuan keturunan suku asli, Bernarda Cabrera. Tak perlu menunggu waktu lama untuk mengetahui jika Bernarda membenci anak perempuannya karena membuatnya terjebak ketika ayahnya menjualnya kepada sang Marquis.

Sierva Maria lahir tanpa direncanakan, muncul di tengah-tengah kemunduran pengaruh aristokrat ayah dan kakeknya, dan kemudian tumbuh dengan kebencian ibunya. Bernarda semakin membenci anaknya karena Sierva Maria tumbuh jauh dari dirinya: memiliki kulit putih seperti ayahnya (karena Sierva Maria seorang kreol) dan hidup selayaknya budak-budak Afrika lengkap dengan memuja para dewa-dewa mereka.

Saat lahir, Sierva Maria terancam mati. Namun budak sang Marquis, Dominga de Adviento, mencegahnya dengan jaminan rambut si bayi. Akhirnya, Sierva Maria tumbuh dengan rambut panjang berwarna tembaga yang tidak akan dipotong sebelum pernikahannya. Dia mempraktikkan agama Yoruba bersama budak-budak keluarga sang Marquis dan selalu berbohong kepada orang lain kecuali para budak.

Meskipun lahir di pertentangan masyarakat darurat jati diri, Sierva Maria justru bahagia dengan jati dirinya sendiri. Dia melupakan identitasnya sebagai bangsawan kreol yang seharusnya mampu membaca dan menulis. Dia tidak bisa diterima sepenuhnya di dunia budak, karena warna kulitnya membatasinya. Namun para budak memberinya berbagai kalung sebagai tanda penerimaan, yang selanjutnya dia jadikan sebagai identitasnya.

Sierva Maria tak mampu berkomunikasi dengan bangsa kolonial yang merupakan kelompoknya, dan saat dia terpisah dari para budak, Sierva Maria tak memiliki teman. Dia mendekam dalam kesepiannya.Namun, dia harus terpisah dari para budak ketika ayahnya mencurigainya digigit anjing rabies. Ignacio mengunjungi berbagai tempat untuk mencari penyembuhan anaknya, dan jawaban sudah muncul dari seorang dokter Yahudi Portugis yang ateis: Abrenancio. Meski begitu, sang Marquis masih mencari jawaban — sebagian untuk anaknya, dan sebagian untuk egonya berusaha kembali ke ajaran agama kolonial Spanyol — dengan mengunjungi keuskupan. Melihat anak gadis itu berbicara bahasa lain, Uskup Don Toribio menganggap hal-hal itulah bentuk kerasukan yang dialami Sierva Maria.

Keputusan telah dibuat, dan Sierva Maria akhirnya ditempatkan di biara Santa Clara untuk disiapkan menghadapi upacara pengusiran setan. Ayahnya merasa kasihan, tetapi dia malu mengakui dirinya tak percaya pendekatan agama kolonialnya. Sierva Maria adalah produk kegagalan orang tuanya, dengan Ignacio malu mengakui agama kolonial Spanyol tak lagi relevan, dan Bernarda yang jatuh ke dalam lubang perpelacuran dan keserakahan.

Saat dia semakin kesepian, Sierva Maria bertemu dengan Bapa Cateyano Delaura, pendeta yang ditugaskan melakukan pengusiran setan dari jiwanya. Cateyano Delaura justru jatuh cinta kepada gadis tersebut dan menganggap cinta tersebut sebagai bentuk kemurnian keimanannya, padahal yang sebenarnya terjadi tak lain adalah hasrat yang tidak terbendung.

Of Love and Other Demons karya Gabriel Garcia Marquez kembali tanpa ragu mensejajarkan rezim agama dengan kebebasan cinta yang murni, menaruh keserakahan dengan penghakiman atas sesuatu yang tak pernah kita kenali. Namun kritik ini lahir bukan hanya untuk mengkritik suatu entitas agama, melainkan menunjukkan betapa menyedihkannya rezim kolonial Spanyol di Amerika Selatan pada abad ke-18 yang menggunakan agama sebagai salah satu upaya mendapatkan kekuasaan di tanah asing tersebut.

Butuh waktu cukup lama bagi saya menulis analisis ini, karena selayaknya karya Gabo yang lain, dia menunjukkan juktaposisi menyebar di seluruh cerita dan menyisakan ruang harapan bagi pembaca untuk menyambungkan masing-masing titik keunikan penulisannya. Akhirnya saya kembali membaca beberapa anotasi saya, salah satunya saat saya berpikir jika semua tokoh signifikan di cerita ini tak tahu jati diri mereka, kecuali Sierva Maria.

Bahkan, dengan caranya mengubah nama menjadi Maria Mandiga menunjukkan jika dia telah mengenali jati dirinya dan membuang versi lama sosoknya.Pengenalan jati diri ini menurut saya penting karena artinya mereka yang tinggal di kota pelabuhan tersebut hanyalah kebingungan, tapi justru mencelakai nyawa orang tak bersalah.

Leave a comment

Discover more from ARCTURIAN

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading